Ini salah satu kutipan dalam Novel ‘Tuhan Maha Romantis’. Ceritanya Rijal
Rafsanjani & Annisa Larasaty masing-masing diminta untuk
menginterpretasikan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono,
saat perasaan keduanya…. ah sudahlah. Ada yang suka puisi ini, seperti saya? :)
Rijal Rafsanjani
Hujan Bulan JuniTak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu 1
Kepada hujan, barangkali kita memang
perlu mengucapkan terima kasih yang dalam. Hadirnya telah membuat
apa-apa yang tak terungkap tetap rahasia. Karena ternyata, hujan tak
hanya menghapus rintik rindu, tapi juga melarutkan kenangan-kenangan.
Membawanya pergi entah ke mana, sebab laut tak pernah sanggup jadi muara
buat segala. Jadilah kita tetap sendiri-sendiri—aku sendiri, kamu sendiri. Dan tak perlu lagi kita bicara janji.
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu 2
Kita pernah melangkah dan berhenti dengan
irama yang sama. Kita pernah menatap bulan dari sudut yang sama. Kita
jua yang menjadi sebab adanya pemaknaan-pemaknaan positif tentang jarak
dan keterpisahan. Kita telah mencipta banyak pembenaran-pembenaran
indah, dan itu pertanda kita ragu. Tapi hujan menghapus keraguan
itu—sayangnya—bersama butir-butir cinta yang ada di sana. Sayang sekali,
memang. Tapi kita bahkan tak mampu memisahkan cinta dari keragu-raguan,
apalagi meninggikannya—jadi lupakan saja.
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu 3
Tidak semua apa yang kita rasa perlu
diungkapkan, bukan? Sebagian rasa memang membahagiakan ketika
diungkapkan. Sebagiannya lagi menentramkan bila dipendam. Boleh jadi
sisanya ada untuk dilupakan. Itukah yang kini kurasakan? Kau rasakan?
Dalam diam kita, hujan memang terlalu banyak bicara. Tapi bagaimanapun,
sampaikanlah terima kasih yang dalam padanya, sebab—sekali
lagi,—hadirnya telah membuat apa-apa yang tak terungkap tetap menjadi
rahasia. Barangkali inilah cara kita menghapus rindu, membiarkannya
larut bersama hujan—yang tak pernah kita tahu pasti kapan ia hadir untuk
melakukannya.
Annisa Larasaty
Hujan Bulan JuniTak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu 1
Seperti hujan yang datang tiba-tiba. Seketika kau hadir di hidupku, mewarnai hari-hari yang mulai sunyi. Tak ada kata yang kau ucap, tak ada bait yang kau tulis, tapi pesan itu sampai padaku: berlarilah bersamaku, merintik di dedaunan, terserap ke dalam tumbuh-tumbuhan, atau mengalir ke samudera. Kau rayu aku dengan kelembutan, dan aku menyerah. Aku ingin hanyut denganmu tapi tak bisa. Maka biarkanlah saja aku menjadi bunga, yang turut menyicipi segarnya tetesanmu meski barangkali tak ikut hanyut ke laut.
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu 2
Seperti hujan yang turun tanpa kompromi. Pesona lugumu menghapus semua kenangan hingga yang tersisa hanyalah saat ini dan dirimu. Jadi boleh aku mengucap ‘terima kasih’? Sebab keraguan itu luruh bersama jatuhnya dirimu yang semakin deras. Tapi tetap saja aku dan kau bukan siapa-siapa. Keraguan boleh tiada, tapi kepastian juga harus segera. Maka maafkan aku yang di sini-sini saja karena tak bisa apa-apa.
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu 3
Seperti gerimis. Kau hadir hampir tanpa suara. Kau masuk tanpa mengetuk. Adakah kau merasakan ketakberdayaan itu? Bahwa aku hanya bisa duduk di sini menunggu dan tak punya daya untuk berbuat sesuatu. Jadi akankah kini kau pergi tanpa permisi?
-Atau aku yang pergi mencari kepastian ? Entahlah. Yang penting kita sama-sama suka :)
Sumber Azharlogia
Silvi Septiani
Comments
Post a Comment